Paket Liburan Bali

Sewa Mobil -Driver -Tour di Bali

Promo Liburan ke Bali

Ketika Dewa-dewa turun ke Bumi


Tulisan Asli oleh : Dading H. Nugroho, M. Si.
(Bergiat dalam popularisasi sains pada Najmascience )
-dadingnugroho@ gmail.com-

Kehadiran benda-benda terbang luar Bumi beserta makhluk yang
dibawanya, dipercaya oleh sebagian kalangan telah berkunjung ke Bumi
sejak masa prasejarah. Hal ini terlihat pada sejumlah lukisan gua yang
menunjukkan bentuk-bentuk yang oleh manusia abad ini disebut sebagai
UFO. Tidak hanya itu, sebagian kalangan pun mempercayai kehadiran dan
alien yang dibawanya tersebut turut memberi andil dalam proses evolusi
kehidupan yang berlangsung di planet ini.

Menurut pakar sejarah seni, Daniela Giordano, dalam publikasinya yang
berjudul "Do UFO's Exist in the History of Arts?" banyak dijumpai
lukisan dari abad pertengahan yang menggambarkan objek-objek angkasa
tak lazim yang sulit untuk diinterpretasi. Dalam lukisan-lukisan
tersebut ditampilkan bentuk-bentuk menyerupai pesawat udara dan kubah
terbang yang justru baru berabad-abad kemudian banyak dilaporkan oleh
para saksi mata melalui sejumlah penampakan yang terjadi.


Dalam kurun waktu yang lebih tua, di gua yang sekarang menjadi wilayah
Lascaux di Prancis Selatan juga dapat dijumpai lukisan purba berusia
sekitar 13.000 tahun SM yang mengesankan kehidupan "benda terbang" di
antara mastodon. Pemerhati seni lukis paleolitik percaya bahwa para
pemburu purba tersebut melukiskan hewan-hewan buruannya untuk menambah
kekuatan magis guna keperluan perburuan mereka, meski makna
simboliknya tetap menjadi bahan perdebatan.

Sementara itu, di Abydos, kota kuno di Mesir yang menjadi " kota
pemakaman" bagi sebagian besar raja-raja Mesir dari dinasti pertama
dan kedua (2920-2649 SM), terdapat kuil besar Abydos yang dibangun
pada masa kepemimpinan Seti I (1306-1290 SM). Di dalam kuil dijumpai
hieroglif yang menampilkan bentuk helikopter, kapal selam, dan
mesin-mesin terbang lainnya yang oleh kita, manusia abad teknologi,
diklaim sebagai produk modern.

Keyakinan sebagian kalangan bahwa planet ini telah disinggahi oleh
makhluk cerdas luar Bumi (extraterrestrial intelligent being) sejak
zaman dulu bercermin pada fakta-fakta berupa kehadiran sejumlah
konstruksi raksasa yang memerlukan pengetahuan dan tekhnologi yang
dipandang sebagian orang mendahului zamannya, seperti Stonehenge di
dataran Salisbury Inggris barat daya, susunan arca di Pulau Paskah di
selatan Samudra Pasifik (berukuran tinggi 3-12 m dengan bobot tidak
kurang dari 12,5 ton dan jumlah mencapai lebih dari 880 buah),
piramida di Giza Mesir yang formasinya diyakini sebagai proyeksi tiga
buah bintang (Alnitak, Alnilam, Mintaka) di rasi Orion (Pemburu),
maupun Machu Picchu di Peru dan Baalbek di Lebanon timur.

Gagasan bahwa makhluk cerdas luar Bumi telah memberi pengaruh besar
terhadap perkembangan kebudayaan ras manusia melalui serangkaian
kunjungannya jauh pada masa lalu, yang dikenal sebagai Paleocontact
Theory, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1919 dengan pendukung
utamanya kala itu Charles Fort dan Erick von Daniken. Hingga kini
teori di atas terus disebarkan melalui publikasi buku-buku hasil karya
para penulis seperti Robert K. G. Temple dan Zecharia Sitchin.

Menurut von Daniken, hadirnya ilustrasi kendaraan angkasa dan makhluk
berpakaian ala astronot masa kini dalam seni lukis purba dapat menjadi
bukti kehadiran mereka sekaligus kontak yang telah dilakukan dengan
penduduk Bumi. Masih menurut von Daniken, bukti adanya kesamaan tema
dalam sejarah dan budaya meskipun secara geografis terpisah jauh juga
dapat menjadi petunjuk tentang asal muasal yang sama.

Argumen von Daniken mungkin ada benarnya. Bila kita perhatikan, candi
Sukuh yang berada di lereng gunung Lawu, Jateng, memiliki struktur
bangunan yang unik karena bentuknya menyerupai piramida bangsa Maya di
Amerika Tengah. Apakah ada hubungan kebudayaan di antara kedua bangsa
ini? Dari manakah datangnya inspirasi pembuatan candi tersebut?
Bagaimanapun, sejak dulu gunung Lawu memang dikenal memiliki banyak
misteri dankeanehan sehingga dikeramatkan oleh penduduk yang berdiam
di sekitarnya.

Candi Hindu yang dibangun pada masa antara 1416-1456, ketika Majapahit
berada di bawah pemerintahan Suhita (putri dari Wikramawardhana) yang
menganut aliran Hindu Tantrayana ini, memiliki sejumlah arca berupa
makhluk bersayap. Dua arca dengan ukuran lebih besar daripada manusia
namun dengan bagian kepala yang telah hilang, memiliki detil relief
yang berbeda meski sama-sama berbadan manusia dan dalam keadaan
mengembangkan sayap. Satu arca diketahui memiliki kaki menyerupai
bentuk kaki unggas lengkap dengan tajinya, sementara arca lainnya
dengan kaki manusia dan diilustrasikan sedang memanggul buah-buahan.

Arca manusia bersayap yang sedang memanggul buah-buahan tersebut
sepintas mirip dengan relief yang dijumpai di Mesopotamia kuno meski
dengan penggayaan (stilasi) yang berbeda, yaitu manusia berkepala
burung dan bersayap yang sedang memetik buah-buahan dari pohon
kehidupan yang membuat para dewa dapat hidup abadi.

Legenda warga di sekitar lereng gunung Lawu menyebut candi Sukuh
sebagai tempat untuk berjumpa dengan roh orang yang sudah meninggal.
Relif di Mesopotamia kuno tersebut sepintas juga mirip dengan mitos
Garudeya (Garuda) yang mengambil air kehidupan dan harus bertarung
dengan makhluk serupa naga. Lagi-lagi ini pun menyerupai legenda Timur
Tengah yang menyebutkan adanya makhluk bersayap yang bertempur dengan
seekor naga. Apakah semua kemiripan yang terjadi hanya kebetulan
belaka?

Menariknya, ilustrasi tentang mesin-mesin terbang juga dapat dijumpai
dalam teks-teks kuno, seperti dalam epik dari India dengan sebutan
"vimana". Dalam kitab Mahabharata disebutkan bahwa Bhima terbang
bersama vimananya yang setengah Matahari dengan suara menggelegar
laksana guntur . Lebih jauh, tulis von Daniken dalam buku larisnya
According to the Evidence, dalam kitab Mahabharata pula dapat
ditemukan informasi tentang senjata mematikan yang dimiliki oleh para
dewa. Disebutkan bahwa senjata tersebut memancarkan cahaya dan membuat
tubuh-tubuh menjadi tak dapat dikenali lagi, sementara yang lolos
dari maut akan kehilangan rambut dan kuku-kuku mereka. Tembikar pun
pecah tanpa sebab dan burung-burung menjadi pucat pasi. Bahkan dalam
waktu singkat makanan menjadi beracun. Keadaan yang semula terang
menjadi gelap gulita dan yang tersisa hanyalah abu.

Demikian gambaran kedahsyatan senjata para dewa. Apakah ini ilustrasi
untuk senjata pemusnah massal semacam senjata nuklir yang sekarang
kita kenal? Sebagian orang bahkan percaya bahwa kisah nabi Yehezkiel
di dalam Alkitab merupakan ilustrasi peristiwa yang berkaitan dengan
"penerbangan" yang dialami nabi bangsa Israel tersebut ke suatu tempat
yang diduga kuat sebagai wilayah Kashmir saat ini.

Beranjak ke daratan Amerika, tepatnya di sebuah gurun di dataran
tinggi Peru , dapat dijumpai lukisan-lukisan di tanah yang dibuat oleh
indian Nazca Lines tersebut digoreskan di atas tanah yang berada di
bawah lapisan batuan gurun dan mengambil bentuk hasil stilasi yang
menggambarkan hewan, manusia, dan anggota tubuh tertentu. Menariknya,
meski telah berusia lebih dari ratusan tahun, garis-garis tersebut
tetap bertahan akibat iklim yang sedemikian rupa sehingga meniadakan
erosi. Wajarlah bila para pakar arkeologi dan antropologi memberi
acungan jempol kepada para "pelukis alam" tersebut berkenaan dengan
pemilihan lokasi.

Hal menarik lainnya adalah untuk dapat mengesani bentuk- bentuk yang
tergambar di permukaan Bumi tersebut, pengamat harus berada di
ketinggian yang cukup mengingat gambar-gambar yang ada memiliki ukuran
raksasa. Menggores batu-batu dengan akurasi yang menakjubkan untuk
menggambarkan bentuk-bentuk berukuran raksasa, yang para pemahatnya
belum tentu dapat menikmati bentuk utuh karya mereka sendiri, telah
menarik perhatian para ahli dan menjadi salah satu misteri yang belum
terpecahkan.

Wajar bila secuil misteri yang telah disampaikan di atas mengusik sisi
kemanusiaan kita karena berkaitan dengan silsilah kita sendiri sebagai
manusia modern (homo sapiens) yang baru muncul untuk pertama kali di
muka Bumi 130.000 tahun yang lalu. Dalam kerangka ilmiah jawaban atas
suatu pertanyaan tidak dapat hanya didasarkan pada dugaan-dugaan
semata, walaupun pada awalnya kita berhak untuk mengajukan usulan
sebagai pijakan untuk membantu melangkah lebih jauh.

Meski kadang kala suatu fakta yang hadir di hadapan kita dapat
ditafsirkan dengan banyak cara, pada akhirnya penjelasan yang berlaku
umum, sederhana, dan tidak bertentangan dengan fakta-fakta lain yang
ada, itulah yang akan dipilih sebagai jawaban. Walau klaim
Paleocontact Theory belum tentu benar adanya, kita tetap harus
bersikap terbuka dengan segala macam kemungkinan solusi. Bagaimana
pun, sejarah masa lalu manusia sendiri memang selalu menyimpan banyak
misteri.***



Mau Liburan ke Bali ? Paket Liburan ke Bali