Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya Tuhan yang tahu.
Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat seorang ayah kepada anaknya yang sesungguhnya bukan miliknya, melainkan milik Rabbnya.
Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia.
Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belumlah hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui.
Nak, menjadi ayah itu mulia.
Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu disisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu.
Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan., ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan-Nya, hingga saat usia senja ini.
Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dengan ibumu. Sebagai bukti bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua.
Tapi seiring waktu, ketika engkau beranjak dewasa maka akhirnya suatu kali engkaupun mulai mampu berkata: "TIDAK", timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan lagi milikku dan juga milik ibumu lagi Nak.
Sesungguhnya engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Tuhan. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Tuhan.
Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air mata dihadapan Tuhan.
Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.
Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena-Nya, bukan karena aku dan ibumu.
Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai oleh Tuhan.
Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan Tuhan., agar perjalananmu mendekati-Nya tak lagi terlalu sulit. Kemudian kita pun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam.
Aku cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain. Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti.
Perjalanan mengenal Tuhan tak kenal letih dan berhenti, Nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir putus asa.
Akhirnya Nak,
kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan dihadapan Tuhan, dan kudapati jarakku amat jauh dari-Nya, aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku didunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihat dirimu dekat dengan Tuhan..
Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa kita kembalikan kepada pemiliknya.
(Mengenang Ayah Tercinta : I Ketut Sondra P (1945-2004). Istirahatlah dalam damai, walau kami semua merindukanmu..Doakan dan beri anakmu kekuatan untuk bertahan dan menjalani hidup)
Sepucuk surat dari seorang ayah
Mau Liburan ke Bali ? Paket Liburan ke Bali